etnografi kelas xi

 

 

BAB 3  ETNOGRAFI

 

A.   Konsep Budaya Sebagai Objek Kajian Etnografi

 

Pada dasarnya Budaya dalam bahasa Inggris dari kata culture, berasal dari bahasa Latin colere yang berarti ‘mengolah, atau mengerjakan’, khususnya mengolah tanah karena konteks pada masa itu bertani. Sementara itu “kebudayaan” dan “budaya” berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah, bentuk jamak dari buddhi, yang berarti ‘budi’ atau ‘akal’ dan daya yang berarti ‘kekuatan’.

 

Koentjaraningrat mengulas pendapat sarjana yang membedakan budaya dan kebudayaan (2009). Budaya adalah budi dan daya yang berupa cipta,karsa, dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu (Koentjaraningrat, 2009). Namun, acapkali kata “budaya” dijadikan singkatan dari kata “kebudayaan” itu sendiri. Lebih jauh, Koentjaraningrat (1993) berpendapat kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasilkarya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.

Sedangkan E.B. Tylor dalam Haviland (1985) berpendapat bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat,

 

Menurut Koentjaraningrat (1993), kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.

Koentjaraningrat (1993) dalam Pengantar Antropologi membagi kebudayaan dalam tujuh unsur universal dan tiga wujud. 

Tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua kebudayaan bangsa yang ada di dunia ini meliputi bahasa, kesenian, kepercayaan, organisasi sosial, sistem pengetahuan, sistem teknologi dan peralatan hidup, dan sistem mata pencarian hidup.


Di samping itu, unsur universal dalam kebudayaan, Koentjaraningrat (1993) yang mengutip JJ. Honingman (1959) dalam The World of Man, menunjukan ada tiga gejala kebudayaan atau wujud ideal kebudayaan yang dikaji dalam antropologi yaitu:

a. Ide atau gagasan yang bersifat abstrak

b. Aktivitas atau tindakan yang berpola

c. Artefak atau benda hasil budaya manusia


B. Pengertian etnografi

Secara etimologis etnografi berasal dari kata ethno yang berarti bangsa dan graphien yang berarti tulisan, sehingga etnografi secara etimologi diartikan sebagai tulisan mengenai suku bangsa. 

Etnografi secara singkat dapat dipahami sebagai tulisan atau deskripsi tentang kebudayaan suatu masyarakat. 

Etnografi bertujuan untuk memahami cara hidup suatu kelompok masyarakat dari sudut pandang penduduk asli atau pelaku budaya itu sendiri.

Dalam antropologi budaya, etnografi bertujuan untuk menggambarkan kebudayaan masyarakat. Dengan demikian, penelitian etnografi dalam bidang antropologi bukan hanya sebagai pendekatan penelitian kualitatif, melainkan metodologi yang mendasari terciptanya ilmu antropologi yakni menelusuri tentang studi kebudayaan lebih dalam lagi (Spradley, 2007:13). Etnografi tidak hanya sebagai sebuah metode penelitian, tetapi juga sebagai pendekatan dan perspektif dalam melihat fenomena sosial. Dalam antropologi budaya, etnografi bertujuan untuk menggambarkan kebudayaan masyarakat

Berikut ini pengertian etnografi menurut para ahli:

a. James Spradley

Etnografi adalah sebuah karya yang menggambarkan suatu budaya.

Fokus kajian etnografi adalah mendeksripsikan dan menafsirkan suatu kelompok masyarakat dengan perhatian utama pada makna tindakan, peristiwa, dan cara hidup masyarakat.

b. John W. Creswell

Etnografi dipandang sebagai strategi penelitian di mana peneliti mempelajari suatu kelompok budaya pada setting alami selama periode waktu yang lama dengan mengumpulkan data observasi dan wawancara.

Sehingga, etnografi adalah pekerjaan dalam mendeskripsikan suatu kebudayaan.

 

c. John D. Brewer

Etnografi adalah studi tentang orang-orang dalam setting alami melalui metode yang menangkap makna sosial dan aktivitas biasa mereka.  Oleh karena itu, etnografi mensyaratkan pelibatan peneliti yang berpartisipasi secara langsung guna mengumpulkan data secara sistematis.

C. Ciri Utama dan Kedudukan Etnografi dalam Antropologi

Etnografi dapat didefinisikan sebagai monografi atau catatan mengenai bangsa-bangsa dan sebagai metode penelitian lapangan untuk mengumpulkan data.

 

Ciri-ciri Etnografi sebagai Metode Penelitian

  • Etnografi lebih berfokus pada eksplorasi fenomena sosial budaya daripada membuktikan hipotesis.
  • Penelitian etnografi berlangsung dalam konteks sehari-hari atau setting alamiah masyarakat yang diteliti.
  • Bersifat holistik dan terpadu, mempertimbangkan berbagai aspek kehidupan masyarakat yang saling berkaitan.
  • Menghasilkan deskripsi mendalam dan terperinci  thick description (deskripsi yang tebal) tentang suatu kebudayaan atau fenomena sosial budaya.
  • Mengumpulkan data yang tidak terstruktur, tidak mengikuti desain penelitian yang tetap dan rinci yang ditentukan sebelumnya.
  • Fokus pada kasus atau kelompok masyarakat yang spesifik.
  • Analisis data dilakukan dengan menginterpretasikan makna tindakan manusia dari sudut pandang pemilik kebudayaan/pandangan emik

 

Menurut (Creswell, 2015), terdapat beberapa ciri-ciri dari etnografi yang baik, antara lain:

·         Etnografi berfokus pada pengembangan deskripsi yang kompleks, lengkap, dan menyeluruh mengenai kebudayaan dan perilaku sosial dari suatu kelompok yang memiliki kebudayaan yang sama. Dalam arti, studi etnografi dilakukan pada satu kelompok kebudayaan yang sama untuk dapat memperoleh gambaran dan deskripsi yang menyeluruh mengenai kebudayaan masyarakat yang dikaji.

Sebagai contoh, dalam menggambarkan kehidupan sosial budaya masyarakat Jawa, Clifford Geertz melakukan penelitian di Mojokuto untuk menggali organisasi sosial kebudayaan masyarakat Jawa.

·         Dalam etnografi, peneliti mencari berbagai pola, meliputi ritual,

perilaku sosial adat, ide, keyakinan masyarakat, dan kebiasaandari aktivitas mental kelompok yang dikaji. Pola-pola inilah yang menjadi fokus kajian para etnografer, sehingga mereka banyak menemukan teor-teori di masyarakat. Misalnya peneliti berusaha menggali mengenai ide dan keyakinan masyarakat yang diekspresikan melalui aktivitas budaya yang terdapat pada masyarakat.

·         Terdapat peran penting teori dalam memfokuskan perhatian peneliti

ketika melakukan etnografi, di mana etnografer berangkat dari teori atau suatu penjelasan umum mengenai apa yang diharapkan untuk ditemukan. Studi etnografi dapat dilakukan dengan berangkat dari suatu teori atau penjelasan umum untuk melihat kehidupan sosial

·         Peneliti harus terlibat dalam kerja lapangan atau penelitian lapangan dalam jangka waktu yang lama untuk dapat mengunakan teori tersebut dan menemukan pola dari kelompok yang dikaji. Pengumpulan data etnografi, terutama dilakukan melalui wawancara,pengamatan, simbol, artefak, maupun sumber data lainnya.Etnografer tinggal, menetap, dan terlibat dalam kehidupan masyarakat yang dikaji dalam jangka waktu yang lama hingga bertahun-tahun. Hal itu dilakukan untuk dapat menggambarkan fenomena sosial budaya pada suatu masyarakat secara menyeluruh agar tidak ada fenomena sosial budaya atau tindakan masyarakat yang luput dari pengamatan peneliti. Di sinilah kedekatan antara peneliti dan subyek dapat terjalin dengan erat. Sehingga data yang didapatkan pada penelitian etnografi relatif mendalam.

·         Peneliti menggunakan perspektif emik atau dengan bersandar pada sudut pandang masyarakat pelaku kebudayaan itu sendiri dalam menganalisis data. Hal ini berarti peneliti dalam menganalisis data hasil etnografi untuk menggambarkan kebudayaan masyarakat berdasarkan perspektif emik atau sudut pandang masyarakat pemilik kebudayaan itu sendiri.

·         Analisis ini kemudian akan menghasilkan pemahaman mengenai bagaimana kelompok tersebut berjalan, berfungsi dan bagaimana cara hidup dari kelompok tersebut. Dari hasil analisis yang dilakukan terhadap suatu fenomena sosial budaya masyarakat berdasarkan sudut pandang masyarakat yang dikaji, etnografer atau peneliti dapat memahami pengetahuan masyarakat akan dunianya, seperti bagaimana kebudayaan dapat berfungsi dalam mengatur kehidupan suatu kelompok masyarakat.

 

D. Kedudukan Etnografer dalam Penelitian dan Masyarakat

 

Dalam penelitian etnografi, etnografer berposisi sebagai pengamat sekaligus partisipan yang terlibat langsung dalam kehidupan kelompok masyarakat yang dikajinya. Sehingga, etnografer menjadi instrumen utama penelitian karena informasi dikumpulkan dan dicatat melalui etnografer. 

 

Etnografer perlu terjun ke lapangan dan tinggal menetap bersama dengan masyarakat untuk mengamati dan melihat perilaku masyarakat yang dikaji dalam jangka waktu tertentu.

Bahasa memiliki kedudukan penting untuk membantu etnografer dalam memahami kebudayaan masyarakat. Sehingga, etnografer harus memahami bahasa yang digunakan kelompok masyarakat tersebut. 

 

Peneliti perlu tinggal dan terlibat dalam kehidupan masyarakat yang diteliti untuk mengamati, mendengar, dan melihat perilaku mereka dalam waktu yang lama.

 

Etnografer menjadi instrumen utama penelitian karena ia mengumpulkan dan mencatat informasi melalui panca indera.

 

Pengumpulan Informasi

Etnografer mengumpulkan informasi melalui berbagai cara, seperti mengamati perilaku masyarakat, mendengarkan percakapan, melakukan wawancara, menyentuh artefak, mencicipi makanan lokal, dan memperhatikan aroma di lingkungan tertentu.

Semua informasi ini dicatat untuk menentukan bagian yang paling penting dan bermakna dalam penelitian.

 

Makna dalam Etnografi

Etnografi bukan hanya tentang membangun hubungan dengan masyarakat atau mencatat data. Lebih dari itu, etnografi adalah usaha untuk memahami kebudayaan suatu kelompok manusia.

Peneliti perlu tinggal dan terlibat dalam kehidupan masyarakat yang diteliti untuk mengamati, mendengar, dan melihat perilaku mereka dalam waktu yang lama.

 

Sumber Informasi dalam Etnografi

Etnografer membuat kesimpulan tentang budaya dari tiga sumber utama:

1.       apa yang dikatakan oleh orang (hasil wawancara mendalam),

2.       bagaimana orang bertindak, dan

3.       artefak yang mereka gunakan.

 

Bahasa memiliki peran penting dalam etnografi, membantu etnografer memahami budaya masyarakat yang diteliti.

Antropolog awal mempelajari bahasa masyarakat yang akan diteliti sebelum melakukan penelitian. Bahasa adalah alat yang digunakan masyarakat untuk mentransmisikan nilai dan kebudayaan dari generasi ke generasi.

 

E. Kegunaan Etnografi

Etnografi sebagai tulisan mengenai kebudayaan manusia, memiliki peran penting, seperti memahami rumpun manusia terkait dengan keberagaman manusia.

Beberapa penelitian etnografi juga memiliki relevansi praktis ataupun antara lain:

1. Memahami Kompleksitas Masyarakat

  • Etnografi memainkan peran penting dalam memahami masyarakat dengan latar belakang budaya, pola budaya, dan nilai-nilai budaya yang beragam.
  • Etnografi memungkinkan peneliti untuk melihat perbedaan budaya dan menunjukkan bagaimana masyarakat dengan perspektif yang beragam dapat berinteraksi.

2. Memahami Perilaku Manusia

  • Etnografi membantu memahami makna perilaku manusia yang dipengaruhi oleh nilai-nilai dan kebudayaan yang dianutnya.
  • Etnografi menangkap sudut pandang masyarakat pemilik kebudayaan, memungkinkan pemahaman mendalam mengenai perilaku manusia di masyarakat lokal.

3. Memahami dan Menghadapi Permasalahan Lingkungan Hidup

  • Etnografi membantu memahami bagaimana kelompok masyarakat memaknai ekologi dan hidup selaras dengan lingkungan sosial dan alam sekitarnya.
  • Studi etnografi dapat mengungkap nilai-nilai masyarakat terkait pelestarian alam dan adaptasi terhadap lingkungan.
  • Etnoekologi, cabang etnografi, mempelajari hubungan manusia dengan lingkungan alam, pengetahuan lokal, persepsi, strategi adaptasi, dan pengelolaan sumber daya alam.

 

Studi Etnografi Lingkungan Hidup

Contoh karya etnografi lingkungan adalah buku "Friction: An Ethnography of Global Connection" oleh Anna L. Tsing, yang membahas dampak pembukaan hutan tropis di Kalimantan Selatan pada era globalisasi.

 

 

F. Perbedaan Etnografi dengan Pendekatan Studi Kasus

Perbedaan tersebut terutama berkaitan dengan pengumpulan data, jangka waktu penelitian, fokus, dan tujuan penelitian. 

Dalam hal pengumpulan data, etnografi menekankan pada observasi partisipasi (pengamatan terlibat) dan wawancara mendalam dalam jangka waktu yang relatif panjang. 

Sedangkan, pendekatan penelitian studi kasus menggunakan beragam bentuk data untuk menyediakan gambaran yang mendalam mengenai kasus tersebut.

Fokus penelitian etnografi adalah untuk mendeskripsikan dan memahami pola budaya atau kehidupan sosial budaya suatu kelompok masyarakat secara menyeluruh dan menekankan pada sudut pandang subyek masyarakat yang diteliti.

Sedangkan studi kasus berfokus untuk mengembangkan deskrispsi dan analisis terhadap satu kasus secara mendalam.

 

Setelah mempelajari konsep dasar dan kedudukan etnografi, kita dapat menyimpulkan bahwa etnografi bukan hanya sekadar metode penelitian. Tetapi, sebuah cara pandang yang memungkinkan kita untuk memahami dunia secara lebih holistik.


6. Perbedaan Etnografi dengan Pendekatan Studi Kasus

Etnografi adalah metode penelitian yang bersifat kualitatif, menekankan pada deskripsi, narasi, dan pemahaman mendalam mengenai kehidupan sosial budaya masyarakat.

Etnografi memiliki kesamaan dalam metode pengumpulan data dengan pendekatan kualitatif lainnya, termasuk studi kasus. Ini mencakup wawancara, observasi, studi dokumen, dan penggunaan bahan audiovisual.

Etnografi menekankan observasi partisipasi (pengamatan terlibat) dan wawancara mendalam dalam jangka waktu yang relatif panjang. Studi kasus menggunakan beragam bentuk data untuk memberikan gambaran mendalam tentang kasus tertentu.

Etnografi fokus pada mendeskripsikan dan memahami pola budaya atau kehidupan sosial budaya suatu kelompok masyarakat secara menyeluruh dan menekankan sudut pandang subyek masyarakat yang diteliti.

 

Studi kasus berfokus pada mengembangkan deskripsi dan analisis yang mendalam tentang satu kasus tertentu.

Berikut adalah tabel yang mencantumkan aspek pembeda antara etnografi dan studi kasus menurut Creswell (2015):

Aspek Pembeda

Etnografi

Studi Kasus

Fokus penelitian

Mendeskripsikan dan menafsirkan pola budaya suatu kelompok masyarakat.

Mengembangkan deskripsi dan analisis mengenai satu kasus secara mendalam.

Tipe permasalahan yang paling sesuai untuk desain

Mendeskripsikan dan menafsirkan pola kebudayaan dari suatu kelompok.

Menyediakan pemahaman mengenai kasus secara mendalam.

Latar belakang disiplin ilmu

Antropologi dan sosiologi.

Psikologi, hukum, sains politik, dan kedokteran.

Satuan analisis

Mempelajari kelompok kebudayaan yang sama.

Mempelajari suatu peristiwa, program, dan kegiatan yang dilakukan oleh beberapa orang.

Pengumpulan data

Observasi partisipan, wawancara, dan mengumpulkan sumber-sumber lain selama penelitian lapangan dalam jangka waktu yang panjang.

Beragam sumber, seperti pengamatan, wawancara, dokumen, dan artefak.

Analisis data

Menganalisis data dari deskripsi mengenai suatu kelompok yang memiliki kebudayaan yang sama dan tema mengenai kelompok.

Menganalisis data dari deskripsi mengenai kasus dan tema dari kasus yang dikaji.

 

kita dapat menarik kesimpulan bahwa penelitian studi kasus berfokus untuk mengembangkan deskripsi mengenai suatu kasus secara mendalam dan dapat dilakukan pada beberapa lokasi yang memiliki kasus atau fenomena yang sama. Sedangkan penelitian etnografi berfokus untuk menggambarkan kehidupan atau fenomena sosial budaya masyarakat secara mendalam pada suatu kelompok orang yang spesifik pada satu tempat tertentu.

 

B. Analisis Laporan Hasil Penelitian Etnografi

1. Sejarah Perkembangan Etnografi

Sejarah perkembangan etnografi tidak lepas dari sejarah peradaban Eropa dan sejarah penjelajahan samudra atau perdagangan internasional. Tentunya kalian sudah mempelajari hal itu pada pembahasan sebelumnya mengenai sejarah perkembangan antropologi. Pada dasarnya antropologi dan etnografi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Awalnya, antropologi merupakan studi yang dilakukan kepada masyarakat dan kebudayaan di luar Eropa. Orang-orang Eropa menjelajah kawasan di luar peradabannya dan mendeskripsikannya dalam sebuah catatan. Oleh karena itu, pada mulanya etnografi tidak dibuat dengan tujuan akademis, tetapi dibuat untuk kepentingan para penjelajah, pegawai kolonial, misionaris, maupun pedagang yang melakukan perjalanan ke luar Eropa. Sejak awal perkembangannya, tradisi penulisan etnografi telah mengalami sejumlah perkembangan penting. Perkembangan ini di penga ruhi oleh dinamika sejarah dan pemikiran yang melingkupinya. Penulisan tentang masyarakat dan kebudayaan telah melalui sejarah panjang, mulai dari zaman Yunani dan Romawi kuno hingga abad ke -20.

a Yunani dan Romawi Kuno

Pada perkembangan awal filsafat barat, juga terkait dengan etnografi. Ada beberapa nama yang menarik untuk diulas dalam hal ini. Herodotus (484–425 SM), misalnya menulis tentang masyarakat Mesir. Ia memberikan banyak perhatian kepada kondisi iklim, mata pencaharian, kehidupan sehari-hari laki-laki dan perempuan, semangat keagamaan, praktik ritual, dan kebiasaan-kebiasaan unik yang berbeda dengan yang berlaku di Yunani (Vidich & Lyman, 1994). Megathenes, seorang duta besar Yunani untuk India, juga melukiskan tentang sistem kasta. Publius Cornelius Tacitus (55–

117 SM), seorang sejarawan Romawi, menuliskan pula tentang masyarakat di Eropa Utara dalam buku Germania. Berbeda dengan Herodotus dan Megathenes, Tacitus hanya mendapatkan keterangan dari para serdadu dan orang-orang yang bepergian ke wilayah utara (Barnow, 2013).

b Abad Penemuan

Abad ke-15 dan abad ke-17 adalah masa Ketika bangsa Eropa bertemu dengan masyarakat yang tinggal di Benua Amerika, Oseania, dan Asia. Mereka menemukan apa yang dikenal dengan istilah Dunia Baru. Penemuan kebudayaan maju di Meksiko dan Peru, misalnya, mengubah pemahaman baru tentang superioritas Eropa atas bangsa lain. Dari sini lahirlah satu kesadaran tentang relativisme kebudayaan. Di antara penulis penting pada masa itu adalah Michel de Montaigne, Garscilaso de la Vega, dan John Scheffer. De la Vega menulis buku berjudul Commentarios

Reales Que Tratan del Origen de los Incas yang menggambarkan tentang kebudayaan Inka di Peru. Demikian pula, Scheffer menulis History of Lappland.

Periode ini juga ditandai oleh rasa ingin tahu yang lebih besar tentang keragaman budaya dan warna kulit. Pertanyaan yang muncul antara lain tentang asal-usul, sejarah, perkembangan beragam warna kulit, kebudayaan dan peradaban manusia (Vidich & Lyman, 1994).

c Masa Pembaruan

Menjelang akhir abad ke-19, banyak keterangan yang lebih lengkap tentang masyarakat dan kebudayaan di dunia yang terkumpul dan dapat dibaca. Voltaire

dan Montesquieu memanfaatkan tulisan-tulisan tersebut untuk menyusun pandangan-pandangan mereka tentang kejayaan dan keruntuhan peradaban. Mereka memahami bahwa India, Cina, dan Amerika Tengah telah lama mencapai kemajuan yang tinggi, sehingga penulisan tentang peradaban dunia tidak boleh hanya berkutat tentang Eropa. Dalam L’esprit de Lois, Montesquieu menulis perbandingan peraturan di berbagai masyarakat. Selain itu, Montesquieu mengemukakan bahwa masyarakat berevolusi dari liar (savage), menuju kepada barbar (barbarism), dan

akhirnya sampai kepada peradaban (civilization). J.J. Rousseau, dalam Social Contract, menyatakan bahwa pada dasarnya manusia terlahir bebas, tetapi hidupnya

dibelenggu oleh hal-hal yang melingkupinya. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa manusia pada dasarnya baik. Peradaban mem buat sifat baik itu sirna.

d Abad ke-19

Munculnya gerakan konservatif yang menentang gagasan-gagasan Rousseau melahirkan pemikiran dan penulisan etnografi yang didominasi oleh aliran evolusi. Secara garis besar, tema-tema kebudayaan yang ditulis kala itu terpusat pada keyakinan adanya tahapan-tahapan perkembangan kebudayaan dan masyarakat dari yang sederhana menuju masyarakat yang lebih kompleks. Sebagian menyebutnya primitifmenuju modern. Tulisan-tulisan yang berpengaruh kala itu adalah Primitive Culture oleh E.B. Tylor dan Ancient Society oleh Lewis Henry Morgan. Tylor adalah sosok yang pertama kali menyebut konsep culture (kebudayaan). Menurutnya, kebudayaan berkembang melalui tahap-tahap keliaran, kebiadaban, dan akhirnya

menuju kepada peradaban.

Gambar

 

Morgan awalnya menulis tentang kehidupan suku Indian Iroquois diAmerika. Setelah melakukan kajian perbandingan atas sejumlah masyarakat,sebagaimana tercantum dalam Ancient Society, ia menegaskan kembalirumusan yang dikemukakan Tylor tentang perubahan kebudayaan. Morgan menambahkan tiga kategori pada dua tahap pertama, yaitu rendah,menengah, dan atas. Pandangan-pandangan Tylor dan Morgan dikritikoleh Franz Boas. Tidak percaya dengan argumen-argumen evolusionistik,Boas meyakini bahwa kebudayaan harus dipahami sesuai dengan konteksmasyarakat yang melingkupinya. Argumen ini kemudian menginspirasi dilakukannya berbagai penelitian lapangan oleh para antropolog. Etnografi pun menemukan corak baru (Moore, 1997, 42–52).

 

e Etnografi Abad-20

Sebagai metode ilmiah, etnografi muncul dari studi perbandinganantropologi budaya yang dilakukan oleh para antropolog pada awal abad ke-20. Beberapa antropolog seperti Franz Boas, Malinowski, Redcliffe-Brown, dan Mead menggunakan metode pengumpulan data dari tangan pertama (first-hand experience) yaitu dengan melakukan pengamatanpartisipasi langsung pada kebudayaan masyarakat yang dikaji. Hal inilah yang membedakan para antropolog tersebut dengan para antropolog sebelumnya. Semenjak itu, penelitian lapangan etnografi telah menjadi pusatantropologi. Sebagian antropolog kini tidak lagi menganggap bahwaetnografi merupakan ilmu yang mempelajari kebudayaan masyarakat liyan,yaitu pada masyarakat yang hidup terisolasi dengan teknologi sederhana.Kini, etnografi telah menjadi alat penting dalam memahami masyarakat

kita sendiri maupun masyarakat berkebudayaan lain di berbagai belahan dunia. Dalam melakukan kerja lapangan, etno grafer biasanya tinggalbersama sekelompok masyarakat dalam waktu lama, seringkali satu tahun atau lebih, untuk mendokumentasikan dan menginterpretasikancara hidup mereka yang khas, maupun kepercayaan dan nilai-nilai yang menyatu dengan kelompok yang dikaji. Pada era selanjutnya berkembang etnografi baru sekitar tahun 1950 dan 1960an. Etnografi baru merupakan teknik yang dikembangkan dari paradigma antropologi kognitif ditambah dengan kekuatan sastra. Paradigma kognitif dalam antropologi dipengaruhi oeh filsafat fenomenologi yang dikembangkan oleh Edmund Husserl. Salah satu ciri utamanya adalah upaya menghindari bias etnosentris peneliti dan lebih menonjolkan sudut pandang pelaku kebudayaan (Seymour-Smith, 1986).

Etnografi dituntut untuk melakukan pemaparan tentang realitas budaya dengan merujuk kepada pandangan, penghayatan, dan pemaknaan masyarakat setempat (Kaplan & Menners, 2012). Salah seorang antropolog yang secara intensif mendalami dan mempraktikkan etnografi baru adalah James Spradley. Ia menyatakan bahwa tujuan utama penelitian lapangan adalah memahami cara hidup masyarakat lain dengan menggunakan sudut pandang pelaku kebudayaan. Tidak sekedar mempelajari, etnografi bahkan dapat disebut sebagai “belajar dari masyarakat” (Spradley, 1979b:3).

Dalam fase ini juga berkembang varian baru, otoetnografi, yaitu penelitian tentang kebudayaan sendiri (Seymour-Smith, 1986). Sebagai contoh, seorang antropolog berlatar belakang budaya Jawa meneliti tentang perubahan pola mata pencaharian masyarakat pedesaan di Malang, Jawa Timur. Menyebut contoh lain, seorang antropolog Minang meneliti tentang tradisi merantau pada masyarakat Minang.

 

2. Jenis-jenis Etnografi

Setelah kalian membaca pembahasan sebelumnya mengenai Sejarah perkembangan etnografi, tentunya kalian bertanya-tanya, apa saja jenisjenis dari etnografi? Secara umum jenis etnografi ada dua yaitu etnografi awam dan etnografi akademik.

a Etnografi Awam

Etnografi awam merupakan cara kerja etnografi yang digunakan oleh masyarakat awam dan tidak bersifat akademis atau ilmiah. Etnografi awam pada dasarnya mendekati ciri catatan perjalanan yang dapat dijadikan sebagai “bahan mentah” oleh para antropolog dalam karya etnografis. Etnografi awam, pada paparannya juga secara mendetail menyajikan gambaran tentang suatu masyarakat, tetapi tidak

diikuti oleh analisis berbasis perspektif antropologis. Judul dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian pembaca. Jenis etnografi model ini tidak mengenal kerangka teori. Uraian dibuat dengan tidak runtut. Penulis tidak melakukan refleksi dalam tulisannya (Ahimsa Putra, 1997). Salah satu contohnya

adalah etnografi para jurnalis yang sedang melakukan ekspedisi. Misalnya ekspedisi yang dilakukan oleh Kompas seperti ekspedisi jalur rempah, ekspedisi kuliner nusantara, dan ekspedisi cincin api.

b. Etnografi Akademis

Seperti nama yang disandangnya, etnografi akademis bersifat ilmiah dan sistematis. Etnografi ini bersifat ilmiah karena terdapat kerangka teori dan ada upaya untuk mengaitkan fenomena yang diteliti dengan konteks yang lebih luas (Ahimsa Putra, 1997). Etnografi ini juga bersifat sistematis karena kerangka kerja penelitian disusun berdasarkan metodologi yang dipelajari di universitas. Contoh karya etnografi akadamis ini antara lain Tradisi Pesantren (Dhofier, 1984), Minawang (Ahimsa-Putra, 1988), dan Carok (Wiyata, 2002).

 

3. Bagaimana Membaca Etnografi?

Ketika belajar menulis etnografi, calon etnografer juga dituntut membaca paparan berulang terhadap teks etnografi lainnya yaitu dengan membaca etnografi (Blasco & Wardle, 2007:2). Dalam hal ini, kemampuan menulis etnografer juga dinilai dari kemampuannya membaca teks etnografi. Secara sederhana, untuk dapat menuliskan etnografi yang baik, etnografer perlu untuk membaca teks etnografi yang ditulisnya secara berulang untuk dapat mengetahui apakah tulisan tersebut sudah mampu untuk membawa pembaca merasakan apa yang dialami oleh etnografer dan informan terkait fenomena sosial budaya yang dikaji. Keterampilan etnografer diuji dari kemampuannya untuk menggambarkan ke pembaca apa yang dialami oleh masyarakat yang dikajinya sekaligus membaca makna kebudayaan masyarakat.

Membaca etnografi tidak sekadar kemampuan mengumpulkan data tentang kelompok tertentu, kegiatan, atau teori. Membaca etnografi merupakan aktivitas mengambil pendekatan antropologis terhadap teks etnografi (Blasco & Wardle, 2007). Dengan membaca karya etnografi, pembaca belajar bagaimana seorang penulis menemukan data lapangan dan menguji teori-teori tentang kebudayaan. Penulis etnografer menguraikan evaluasi mereka terhadap karya orang lain yang berisi teori tersebut sambil menggambarkan posisi etnografer itu sendiri. Kemudian

dari rumusan masalah yang diajukan oleh penulis etnografer tersebut, kita bisa mengetahui apa yang akan menjadi fokus penelitian etnografer. Penjelasan lebih detail tentang fokus penelitian dapat kita baca melalui wawancara dan catatan etnografis atau field note yang dibuat oleh penulis. Oleh karena itu, dengan membaca etnografi, pembaca memperoleh pemahaman yang lebih besar tentang sudut pandang dan argumen penulis. Hal itu akan mengarahkan kita pada apresiasi yang lebih baik terhadap kehidupan orang-orang yang coba digambarkan oleh seorang etnografer. Etnografi merupakan pedoman yang memberi tahu kepada pembaca tentang “untuk siapa” tulisan itu ditujukan, “untuk apa” teksnya ditulis, serta “ mengapa” pertanyaan dan argumennya dibuat sedemikian rupa. Dalam memahami etnografi, terdapat beberapa hal yang harus ditemukan dalam tulisan etnografi di antaranya:

1) pertanyaan atau permasalahan penelitian,

2) jawaban, penjelasan atau penafsiran yang diberikan atau disajikan peneliti,

3) data yang diberikan untuk menunjukkan permasalahan penelitian dan menunjang penafsiran yang dilakukan oleh peneliti, serta

4) pengorganisasian dari ketiga unsur tersebut, yaitu pertanyaan atau permasalahan penelitian, penjelasan atau penafsiran, dan bukti atau data penunjang. Dalam proses membaca tersebut kita harus membayangkan ke dalam diri penulis etnografer tentang suasana budaya yang terbentuk di sana. Kemudian kita catat istilah-istilah asing yang tidak kita ketahui dan kita bisa lihat dalam kamus atau bagian glosarium. Hasil penelitian tersebut kemudian membentuk teori-teori kebudayaan yang bisa kita jadikan petunjuk penelitian ataupun kritik terhadapnya. Selebihnya, dalam membaca etnografi, kuncinya harus memperbanyak bacaan etnografi. Secara sederhana kita bisa membacanya saat waktu luang dengan intensif. Di samping itu, membaca etnografi dapat mengasah kita dalam menganalis secara sederhana dengan pertanyaan 5 W + 1H (What, Where, When, Who, Why dan How). Dengan banyak membaca etnografi, kemampuan literasi dan menganalisis fenomena kita akan bertambah.

 

C Langkah-Langkah dalam Melakukan Penelitian

Etnografi

Penelitian etnografi cenderung berhati-hati dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk menarik sebuah kesimpulan. Kehati-hatian tersebut berimbas pada banyaknya tenaga dan waktu yang dikeluarkan. Tantangan penelitian etnografis terletak pada kesulitannya mempelajari pola-pola manusia dalam suatu komunitas di wilayah tertentu. Sehingga dalam menentukan penelitian etnografi ada langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam memahami suatu kebudayaan masyarakat di institusi sosial. Apa saja langkahnya? Mari kita simak langkah-langkah berikut:

 

1.       Menentukan Masalah Penelitian dan Informan

Dalam langkah pertama ini, etnografer kemudian menentukan masalah penelitian yang akan ditelitinya. Permasalahan penelitian ini meliputi aktivitas masyarakat yang mendasari atau membentuk suatu kebudayaan di masyarakat. Masalah penelitian ditemukan dalam fenomena sosial budaya masyarakat sehari-hari yang bisa kita tangkap melalui observasi ataupun berbincang sepintas maupun intensif dengan masyarakat. Masalah penelitian mungkin bisa saja berasal dari peneliti itu sendiri, namun sebaiknya masalah penelitian merupakan suatu hal yang memang dirasakan oleh masyarakat dan bukan hanya dirasakan atau disangkakan oleh peneliti sendiri saja. Ketika kita menentukan masalah penelitian tersebut tanpa kita

sadari kita juga sedang menentukan informan. Kita mengetahui bahwa informan itu sesuai dengan masalah penelitian melalui beberapa kriteria. Tahap itu di antaranya:

a Enkulturasi Penuh

Enkulturasi penuh merupakan proses alami informan mempelajari suatu budaya tertentu. Kita lihat bagaimana informan itu pertama kali muncul di suatu institusi dan belajar beradaptasi dengan suasana kebudayaannya. Hal ini bisa mengarah pada

pengalaman informan yang telah bertahan di sana untuk jangka waktu lama. Salah satu contohnya, kita mengobrol dengan calon informan tentang topik yang akan dijadikan masalah penelitian. Calon informan itu bisa menjawab masalah penelitian kita yang akan diteliti karena dia telah tinggal lama di lokasi dan mengetahui banyak informasi tentang masalah penelitian kita. Hal ini berarti calon informan itu sudah melakukan enkulturasi di suatu institusi dengan jangka waktu cukup lama.

b Keterlibatan Langsung

Etnografer harus bisa mencermati keterlibatan langsung yang dialami oleh calon informan. Hal ini penting untuk diperhatikan dalam memilih calon informan tentang bagaimana keterlibatan informan dalam suasana budayanya. Keterlibatan itu menjadi sebuah acuan bagaimana informan itu menggunakan pengetahuannya dan membimbing tindakannya dalam membentuk kebudayaan. Kualitas data yang akan diperoleh tergantung bagaimana informan itu masih terlibat di suasana budayanya. Semisal ketika kita sedang memilih calon informan itu di antaranya Rani yang masih menjadi penggiat seni Jaipongan dan Tina yang sudah tidak mengikuti kegiatan tersebut. Kita kemudian bingung memilih lantaran Rani yang masih menjadi penggiat sedangkan Tina memiliki pengetahuan masa lampau saat mengikuti kegiatan tersebut. Dalam tahap ini, etnografer harus memilih informan yang masih berada dalam suasana kebudayaan yang tengah diteliti agar hasil data yang didapatkan akan berkualitas. Rani dipilih karena ia masih memiliki pengetahuan dalam membentuk suasana budayanya dan keterikatan pada institusi sanggar tari yang cenderung berbeda dibanding dengan Tina. Tina akan menceritakan suasana budaya menurut versinya di mana ia masih mengikuti kegiatan tersebut.

c Cukup Waktu

Etnografer harus memilih informan berdasarkan waktu yang akan digunakan. Dalam hal ini manajemen waktu bukan hanya tentang etnografer saja melainkan dengan calon informan itu. Hal ini berkaitan tentang kesediaan calon informan itu digali informasinya. Selain itu, etnografer juga harus mempertimbangkan berapa kali dilakukan wawancara, observasi, dan sebagainya.

d Nonanalitik

Etnografer harus menentukan informan dengan cara memilih informan yang tidak menggunakan analisisnya berdasar ilmu-ilmu yang dikuasinya. Etnografer sebaiknya memilih informan yang menggunakan perspektifnya sebagai orang dalam atas kebudayaan informan sendiri, bukan menilai pada budaya etnografer atau masyarakat lain. Semisal Rani memiliki pengetahuan yang cukup di bidang ilmu sosial, tetapi ia mengesampingkan latar belakang ilmu sosialnya untuk menjawab pertanyaan dari etnografer tentang perspektif sendratari tersebut. Rani tidak berusaha untuk menggunakan ilmunya untuk menyampaikan informasi tentang sendratari agar diterapkan oleh etnografer itu karena analisis data sepenuhnya adalah tugas etnografer.

 

2.       Tentukan Desain Penelitian dan Lokasi Penelitian

Kerja lapangan adalah elemen paling khas dari setiap desain penelitian etnografi. Pendekatan ini membentuk desain semua karya etnografi. Etnografi klasik membutuhkan dari enam bulan sampai dua tahun atau lebih di lapangan. Kerja lapangan bersifat eksplorasi. Ahli etnografi memulai dengan periode survei untuk

mempelajari dasar-dasar: bahasa asli, ikatan kekerabatan, informasi sensus, data historis, dan struktur dasar serta fungsi budaya yang diteliti untuk beberapa bulan mendatang. Durasi masa penelitian dilakukan memang tidak menjadi acuan yang pasti untuk menakar berkualitas tidaknya data yang diperoleh. Tetapi pada masa lampau, para etnografer cenderung lama tinggal di lokasi penelitian mereka, sampai terjadi ikatan kekeluargaan dengan subyek penelitian. Banyak di antara para etnografer yang diangkat saudara atau keluarga oleh masyakarat setempat atau subyek di lokasi penelitian. Semakin lama durasi waktu penelitian, data yang didapatkan akan semakin mendalam dan kompleks. Bahkan tanpa melakukan wawancara terstruktur data justru diperoleh melalui percakapan sehari-hari.

 

Lokasi penelitian tentu saja tidak boleh secara sembarangan dipilih dan ditentukan sebagai subjek kajian. Lokasi harus disesuaikan dengan permasalahan penelitian dan rumusan yang akan dicari dalam penelitian. Tidak mungkin kita meneliti tradisi carok di masyarakat Jawa karena carok hanya ada di Madura. Lokasi penelitian oleh karenanya harus mewakili masalah penelitian yang diajukan. Jangan sampai kita memilih Lokasi penelitian yang justru di sana tidak kita temukan masalah yang kita ajukan dalam penelitian.

 

3.    Memperoleh Ijin, Koordinasi, dan Akses Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, etnografer membutuhkan izin penelitian atau persetujuan dari pihak-pihak terkait untuk dapat memperoleh akses penelitian masyarakat yang ingin diteliti. Ijin dan kordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam penelitian etnografi penting dilakukan dalam rangka memperlancar jalannya penelitian etnografi dan mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Berdasarkan sejumlah pengalaman peneliti etnografer dalam penelitian etnografi, karena abai terhadap aspek ini, peneliti tersebut disangka sebagai orang asing dan disangka teroris. Masalah-masalah seperti yang dialami peneliti tersebut dapat teratasi jika sudah berkoordinasi dan mengurus ijin kepada pihak-pihak yang berwenang. Setelah berkoodinasi dan memperoleh ijin dari pihak yang berwenang, sebagai etnografer kita dapat memperoleh data mengenai informan kunci. Kemudian informan yang sudah dipilih tadi bisa jadi sebagai gatekeeper atau juru kunci yang membuka akses penelitian tersebut. Informan bertugas sebagai juru kunci yang berguna untuk mengarahkan etnografer kepada informan lain untuk mendapatkan data yang lebih spesifik. Data yang spesifik itu merupakan hubungan dan pola yang tersembunyi yang terpancar pada makna kebudayaan.

 

4.     Melakukan Teknik Pengumpulan Data

a Observasi

Salah satu elemen penting dari etnografi adalah observasi partisipan atau peneliti ikut secara langsung dalam kegiatan penelitian sebagai cara untuk pengumpulan data hingga menemukan pola yang berulang terjadi (tingkatan data sudah jenuh). Peneliti berusaha merasakan atau memosisikan diri pada pengalaman informan tersebut dalam kegiatan sehari-harinya  atau yang disebut sebagai enkulturasi. Namun, ada batasan di mana peneliti terkadang bisa menjadi pengamat penuh saja seperti terkait dengan kesediaaan etnografer maupun informan. Keterbatasan tersebut terkait dengan etika yakni bukan sebagai anggota komunitas serta melihat situasi dan kondisi lapangan seperti apa. Spradley ( 2007:41) menekankan hal terpenting adalah etnografer harus cermat dan melihat secara langsung apa yang dilakukan calon informan dan melakukan pencatatan yang bisa bersumber dari video maupun catatan lisan untuk mengantisipasi data hilang.

Pengamatan partisipan merupakan ciri dari sebagian besar penelitian etnografi dan sangat penting untuk kerja lapangan yang efektif. Pengamatan partisipan dilakukan dengan berpartisipasi atau terlibat secara langsung dalam kehidupan masyarakat

yang diteliti. Misalnya, kita sebagai etnografer sedang meneliti kehidupan petani ke sawah. Maka dalam metode ini kita ikut terlibat aktivitas petani di sawah.

Peneliti dapat pula menggunakan dokumen-dokumen tertulis dari penelitian untuk melengkapi sekaligus penguat hasil penelitian. Dokumen dibedakan menjadi 2 yakni pribadi dan resmi. Dokumen pribadi mempunyai berbagai macam bentuk yakni buku harian, surat pribadi, dan otobiografi. Sedangkan dokumen resmi terdiri dari

dokumen yang diterbitkan institusi resmi seperti memo, surat instruksi, risalah rapat, majalah, berita, buletin dan sebagainya.

b Wawancara

Pengumpulan data penelitian etnografi juga berdasarkan pada wawancara yang dinamakan wawancara etnografis. Wawancara etnografis berkaitan dengan penguasaan bahasa setempat yang menjadi faktor penting dalam keberhasilan pengumpulan data. Mengenal bahasa mereka sama saja mengerti dengan sudut pandang mereka. Merekam wawancara melalui piranti perekam merupakan hal yang umum dilakukan sehari-hari oleh etnografer. Sehingga etnografer wajib memperhatikan peralatan dalam pengumpulan data sebelumnya. Wawancara dilakukan untuk menggali data penelitian dan biasanya ini merupakan pengumpul data utama. Wawancara dilakukan bukan seperti layaknya interograsi, namun lebih pada konteks mendengarkan dan memahami informan dan belajar bersama mereka tentang suatu hal yang dijadikan rumusan masalah penelitian. Percakapan atau obrolan sederhana setiap hari dengan informan secara santai mencerminkan wawancara etnografis dalam membuat suasana dengan informan tanpa tekanan.

5.       Menyusun Catatan Etnografis

Keunggulan dari etnografi dibanding dengan metode kulitatif lainnya adalah pada catatan etnografinya. Catatan etnografi dibuat bercerita mengalir seperti halnya kalian membaca novel. Etnografi yang disusun Roanne van Voorst misalnya, narasinya sangat mengalir dan enak dinikmati. Membaca karya van Voorst rasanya seperti kita bukan membaca tulisan ilmiah melainkan tulisan sastra. Cerita mengalir dan detail yang diceritakan Van Voorst ini patut kita contoh. Elemen penting yang harus ada dalam penyusunan catatan etnografis adalah memastikan perekaman baik secara visual (video dan foto), penyusunan transkrip wawancara, pencatatan lapangan (field note), dan pengumpulan dokumen informal seperti buku harian. Sumber-sumber data tersebut penting untuk penyusunan catatan etnografis yang lengkap dan memadai. Ketika menyusun catatan etnografis, kita juga perlu memperhatikan istilah lokal atau bahasa yang kerap dipakai informan dalam kegiatannya sehari-hari.

 

6.       Melakukan Analisis Data

Setelah memperoleh data, tahapan selanjutnya dari etnografi adalah menganalisis data yang diperoleh. Analisis yang mendasar dalam etnografi adalah yang disebut sebagai analisis deskriptif. Kalian dapat menggunakan keranga kerja analisis ini dalam menganalisis etnografi yang kalian buat. Analisis data ini menggunakan metode 5 W + 1 H yakni what, who, when, where, why, dan how, yang dilihat dari permasalahan yang diangkat dalam etnografi. Analisis 5 W + 1 H merupakan metode analisis deskriptif dasar yang sering digunakan dalam berbagai rumusan masalah. Kalian dapat membaca data dan kemudian mengidentifikasi dengan rumus 5 W + 1 H yakni: Apa inti permasalahan yang ada dalam etnografi tersebut? Siapa saja aktor yang terlibat di dalam masalah tersebut? Kapan masalah ini terjadi? Di mana masalah ini terjadi? Mengapa masalah ini terjadi? Bagaimana masyarakat menyikapi masalah tersebut dan penyelesaian masalahnya?

 

7.       Menulis Laporan Etnografi

Tahapan akhir dalam proses beretnografi adalah Menyusun laporan etnografi. Spradley (2007) berpendapat, menulis etnografi bukan hanya menuangkan semua catatan lapangan langsung ke dalam kertas kosong. Kecirikhasan penulisan etnografi adalah bersifat deskriptif-analitis dan penafsiran yang berbentuk narasi atau cerita. Menurut Spradley (2007: 306), penulisan laporan etnografi menggunakan metode alur penelitian maju bertahap. Penulisan laporan juga harus melihat waktu dan tenaga yang dikeluarkan sehingga diperlukan kehadiran khalayak. Dalam menulis laporan etnografi, penting untuk mempertimbangkan khalayak sebagai orang atau kelompok sasaran yang akan membaca sebab mereka akan menilai dan memberi saran tentang hasil penelitian etnografi. Agar penulisan laporan etnografi dapat diterima dan dipahami oleh khalayak

pembaca terdapat langkah-langkah yang harus diperhatikan:

1) menenetukan khalayak/pembaca;

2) memilih dan menentukan tesis terhadap pembaca;

3) membuat daftar topik dan garis besar;

4) menulis naskah kasar untuk masing-masing bagian;

5) merevisi garis besar dan menciptakan sebuah anak judul;

6) mengedit naskah kasar;

7) membuat pengantar dan kesimpulan;

8) menambahkan tulisan dengan ilustrasi berupa contoh-contoh;

9) menulis naskah akhir.

Hal terpenting lainnya adalah menulislah sebagai sebuah hobi. Etnografer dihadapkan bukan hanya saat semua data terkumpul lalu langsung menulis. Etnografer justru memulai menulis ketika masih berada di lapangan atau saat kerja lapangan. Ketika proses penulisan tidak dimulai sejak di lapangan, maka akan ada perbedaan dalam mengamati suasana budaya.

 

 

Beberapa Prinsip Etika yang Diperhatikan dalam Penelitian Etnografi

Informan juga manusia yang mempunyai masalah, keprihatinan, dan kepentingan (Spradley, 2007:51). Nilai yang dipegang oleh etnografer juga bisa jadi berbeda dengan apa yang dianut informan. Sehingga mau tidak mau, etnografer juga harus menyesuaikan dengan nilai-nilai yang dianut informan. Dalam melakukan penelitian etnografi maupun penelitian sosial lain, peneliti harus memperhatikan dan menjunjung tinggi etika

penelitian. Etika dalam penelitian merujuk pada prinsip etis yang harus diterapkan selama menjalankan kegiatan penelitian. Beberapa prinsip utama etika dalam penelitian meliputi menghormati harkat dan martabat informan sebagai manusia, menghormati privasi informan, dan memperhitungkan manfaat serta kerugian dari penelitian yang dilakukan. Peneliti etnografi perlu memperhatikan prinsip etika dalam mengumpulkan data penelitian tanpa merugikan informan atau masyarakat yang dikaji. Berikut ini beberapa prinsip etika yang dapat diperhatikan dalam penelitian etnografi:

a Mempertimbangkan Informan Terlebih Dahulu

Dalam hal ini, etnografer tidak boleh mengasumsikan bahwa kepentingan informan sama dengan kepentingan peneliti atau orang lain (Spradley, 2007:53). Penggalian data tersebut nantinya akan menggali kepentingan serta kepribadian informan. Oleh karena itu, etnografer perlu mempertimbangkan apakah informan siap untuk digali datanya.

b Mengamankan Hak-hak, Kepentingan dan Sensitivitas

Informan

Ketika menggali data informan, seorang etnografer harus me ngamankan

hak-hak, kepentingan, serta hal-hal sensitif dari informan. Etnografer juga bertanggung jawab untuk melindunginya dari konsekuensi yang akan didapatkan informan di masa mendatang. Ketika informan memiliki kepentingan tertentu, maka kita harus menghormati kepentingan tersebut dengan cara menunda pelaksanaan penelitian. Jangan sampai penelitian tersebut mengganggu kepentingan informan, karena yang menjadi prioritas utama adalah informan bukan etnografer. Isu sensitif tentang obyek atau kajian juga harus dihindari lantaran dapat mengakibatkan informan khawatir, marah, dan bahkan berpengaruh terhadap validitas data. Jika informan merasa sensitif tentang pertanyaan kita, maka kita bisa mengalihkan atau menghapus pertanyaan tersebut.

c Menyampaikan Tujuan Penelitian

Etnografer harus menyampaikan tujuan penelitian terhadap informan secara jelas agar informan memahami maksud dari etnografer tersebut. Dalam hal ini, etnografer harus terbuka atau transparan tentang tujuan

penelitian sehingga informan bisa menjawab sesuai misi kajian etnografis. Tidak lupa, etnografer juga harus menggali harapan informan tentang apa yang akan informan dapatkan setelah adanya penelitian ini. Dengan demikian, menyampaikan tujuan penelitian dapat membangun kepercayaan antara etnografer dan informan sekaligus membuka akses penelitian pada masyarakat yang tengah dikaji.

d Melindungi Privasi Informan

Etnografer juga harus menjaga privasi informan yang ditelitinya. Hal ini penting untuk disimak. Seorang etnografer bukan semata menggali data

melainkan juga harus memperhatikan privasi informan itu, apalagi jika isu permasalahan penelitian tersebut sensitif bagi sebagian orang (di luar informan). Etnografer juga harus melindungi informan terhadap konsekuensi lain ketika penelitian selesai dilakukan. Etnografer harus merahasiakan identitas informan tersebut agar tidak bocor ke public sebagai pertanggungjawaban akhir yang dimuat dalam laporan.

e Dilarang Mengeksploitasi Informan

Etnografer dilarang mengeksploitasi informan saat menggali data penelitian. Walaupun etnografer sudah membayar atau memberi bantuan lain kepada informan sebagai bentuk kontrak penelitian, etnografer harus menghormati posisi informan dan bukan seenaknya saja dalam mengambil data tersebut. Etnografer perlu memikirkan manfaat lain yang dapat diterima informan. Etnografer mendapatkan data dari rumusan penelitian, begitu pula informan sebaiknya dapat memetik manfaat atau bentuk lain yang dinilai hasilnya seimbang dengan terbitnya laporan penelitian itu.

f Memberikan Laporan Penelitian

Dalam prinsip etika ini, etnografer memberikan laporan penelitian sebagai pertanggungjawaban penulisan mereka. Hal ini menjadi prinsip yang harus dijalankan sebelum dilakukan publikasi apakah ada hal yang tidak sesuai dalam penulisan penelitiannya. Dalam hal ini, informan sebagai penelaah yang mengoreksi hasil penelitian mana kala terdapat kesalahan dalam menafsirkan kebudayaan dalam bahasa asli informan. Selain itu, memberikan laporan penelitian ke informan adalah bentuk tanggung jawab etnografer kepada informan atau masyarakat yang tengah diteliti.

 

 

D. NETNOGRAFI: ETNOGRAFI PADA MASYARAKAT DIGITAL

Sebelumnya, pernahkah kalian berpikir bahwa foto-foto di media sosial dapat dijadikan sebagai data penelitian ilmiah? Dahulu, penelitian ilmiah ada di laboratorium untuk ilmu alam atau di tengah-tengah masyarakat untuk ilmu sosial. Pada pembahasan sebelumnya kita tahu bahwa seorang etnografer banyak menghabiskan waktu di lapangan, bahkan sampai setahun atau lebih bertempat tinggal di lokasi dan berpartisipasi dalam kegiatan komunitas yang dikajinya. Pada masyarakat digital saat ini, beberapa etnografer mulai mengubah lapangan kajian mereka ke arena digital. Oleh karena itu, pembahasan etnografi dalam masyarakat digital menjadi penting dipelajari. Simak baik-baik pembahasan dalam buku ini dan kerjakanlah lembar kerja yang sudah disusun!

 

1. Pengantar Netnografi: Etnografi Digital

Perubahan sosial budaya masyarakat dalam satu dasa warsa ini mengalami lompatan yang luar biasa. Banyak faktor mulai dari revolusi industri 4.0, masyarakat 5.0, sampai adanya pandemi Covid-19 telah mengubah pola interaksi masyarakat. Perubahan dan perkembangan teknologi telah mendorong kemampuan jaringan untuk memperkenalkan banyak actor baru dan konten baru dalam proses pengorganisasian sosial secara digital (Castells, 2004). Castells menggambarkannya sebagai suatu bentuk masyarakat jaringan (network society) di mana struktur sosial dan aktivitas organisasi dibentuk melalui teknologi informasi dalam proses jaringan. Perkembangan teknologi dan jaringan telekomunikasi telah menghasilkan masyarakat baru yaitu masyarakat jaringan yang dihubungkan oleh teknologi dan media sosial. Hal ini mengubah pola interaksi masyarakat yang semula berinteraksi dengan tatap muka kemudian beralih secara virtual (Jan A.G.M. van Dijk, 2006). Misalnya, saat pandemi Covid-19 pembelajaran yang dahulu dilakukan dengan pola tatap muka lantas beralih menjadi pembelajaran melalui jaringan dengan media teknologi infomasi yang kita kenal dengan istilah pembelajaran daring (dalam jaringan). Perubahan tidak hanya dalam proses pembelajaran saja, tetapi juga menyeluruh dalam kehidupan masyarakat.

Pada masyarakat yang bertransformasi menjadi masyarakat digital, suka tidak suka perkembangan ilmu pengetahuan harus menyesuaikan. Penyesuaian itu dialami oleh ilmu antropologi dengan etnografinya. Perkembangan studi etnografi terbaru menuntut peneliti untuk menemukan cara efektif dan efisien dalam mencari pola komunikasi yang memuat identifikasi budaya dari suatu informan, kelompok budaya, maupun dalam lingkup organisasi.

Ruang maya atau cybersapce membuka peluang bagi etnografi baru

untuk berkembang. Masyarakat memiliki ruang baru untuk saling bertukar informasi dan komunitas tidak lagi harus bertemu dalam suatu ruang fisik. Artinya, praktik etnografis secara terbarukan mengalami perubahan yang semakin jelas. Etnografi tidak hanya didefinisikan sebagai sebuah metode atau teknik pengumpulan data yang hanya dilakukan dengan cara tatap muka, tetapi sebagai gabungan konsep pengambilan data antara observasi dan teknik wawancara dengan merekam dinamika fenomena sosial budaya yang tumbuh di bawah teknologi digital.Metode penelitian etnografi baru ini disebut juga netnografi,yang berasal dari kata internet dan etnografi. Artinya, netnografi dapat disebut sebagai salah satu metode etnografi baru untuk mengidentifikasi kehidupan dunia virtual di internet yang kemudian dimanfaatkan sebagai bahan dasar riset antropologi. Metode netnografi ini melakukan proses eksplorasi untuk dapat memahami secara mendalam kehidupan masyarakat maya dari perspektif pelaku digital. Pendekatan netnografi dapat disusun dengan melihat proses digitalisasi sebagai budaya baru karena masyarakat telah masuk pada suatu budaya siber. Berbeda dengan etnografi klasik yang memiliki dasar interaksi tatap muka, ranah maya menjadi sangat komprehensif ketika relasi yang terjadi berdasarkan konten yang memang ingin dikonsumsi. Selain netnografi, dalam penggunaan metode etnografi di dunia maya juga dikenal beberapa istilah: Virtual Ethnography (Hine, 2000), Webnography (Puri, 2007), Network ethnography (Berthod, Grothe- Hammer, & Sydow, 2017; Howard, 2002), Cyber ethnography (Ward, 1999) dan Digital Etnography (Ardévol & Gómez-Cruz, 2013; Murthy, 2008; Pink et al., 2016). Pada intinya semua istilah merujuk pada sebuah penggalian data secara etnografi melalui media internet atau digital.

2. Menyusun Netnografi

Prosedur atau langkah kerja netnografi tidak ubahnya seperti etnografi

kontemporer yang diawali dari menyusun pertanyaan penelitian dan diakhiri dengan analisis dan kesimpulan. Hanya saja pada netnografi arena penelitiannya berbeda. Jika etnografi kontemporer di tengah-tengah kehidupan di masyarakat, maka etnografi digital bekerja dalam dunia digital khususnya internet dan sosial media.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

kesimpulan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

A Soal Pilihan Ganda

1. Di bawah ini, unsur terpenting dari seorang etnografer dalam mengumpulkan data yakni:

A. Analisis data sekunder dari perpustakaan saja tanpa terlibat langsung.

B. Ikut kegiatan sehari-hari informan dan melakukan wawancara.

C. Melakukan pencacahan atau perhitungan secara langsung di lapangan.

D. Melakukan penafsiran tersendiri atau pengurungan terhadap pengalaman informan.

E. Hanya melakukan pengumpulan data di waktu tertentu saja karena kejadian unik jarang terjadi tanpa mengetahui penyebab asal mula kejadian tersebut.

2. Alat yang harus atau wajib ada dibawa oleh para etnografer yakni:

A. Suvenir atau kenang-kenangan

B. Soal tes, angket

C. Kamera, tape recorder, buku catatan, dan alat tulis

D. Buku catatan dan handbook atau buku pegangan penelitian

E. Artefak dari budaya tertentu

3. Yang terpenting menurut Spradley (2007:41) adalah, etnografer harus cermat dan melihat secara langsung apa yang dilakukan calon informan dan melakukan pencatatan, bisa dari video maupun catatan lisan sebagai antisipasi data hilang. Hal ini berarti etnografer harus:

A. Mencatat setiap kegiatan penelitian, mulai dari wawancara hingga observasi melalui perekaman karena data rentan hilang dan data berkualitas susah didapat.

B. Tidak selalu bertanya karena sungkan terhadap informan.

C. Mengingatkan atau menyerahkan tugas tersebut kepada teman karena bukan bagian tugasnya.

D. Tidak perlu mencatat karena data tersebut dianggap tidak penting dan dapat dicari di lain waktu, yang terpenting informan senang dengan keberadaan kita.

E. Bersikap ragu bahwa informan itu salah karena dianggap memiliki pendidikan yang rendah sehingga tidak perlu dilakukan pencatatan.

 

4. Tahapan dalam etnografi dimana etnografer mengidentifikasi data yang diperolehnya dari lapangan dengan metode 5 W dan 1 H adalah…

A. menentukan masalah penelitian

B. desain penelitian etnografi

C. kordinasi dan akses

D. pengumpulan data

E. analisis data

5. Perhatikan strategi penulisan laporan penelitian etnografi berikut ini!

a) Melebur atau menyatu dengan kondisi informan;

b) Membuat inventarisasi budaya;

c) Membuat analisis komponen untuk berbagai domain bahasa asli etnografer;

d) Mencari kemiripan di antara berbagai dimensi kontras;

e) Mengidentifikasi domain tak terstruktur;

f) Membuat diagram skematis suasana budaya.

Yang bukan termasuk strategi dalam menemukan tema kultural ini

adalah:

A. 1,2 dan 4

B. 2,3 dan 4

C. 2,4 dan 5

D. 3, 5 dan 6

E. 4,5 dan 6

6. Perhatikan pernyataan di bawah ini!

1) Anton ingin merasakan pengalaman kehidupan keluarga kurang mampu sehingga ia terjun langsung ke keluarga tersebut dalam hal membantu dan juga menemani anggota keluarga tersebut.

2) Arsita merasa bahwa naiknya angka kemiskinan disebabkan oleh Pandemi. Pandemi telah menciptakan pengangguran baru karena banyak pekerja yang di-PHK. Pekerja yang di-PHK terpaksa mengurang konsumsi pengeluarannya. Arsita hanya melihat data statistik dari survei angkatan kerja dari tahun 2020.

3) Juned ingin memahami mengapa pengemis dan pengamen banyak ditemukan di tempat tinggalnya. Ia kemudian bekerja sama dengan dinas terkait seperti Satpol PP dan menghadirkan pengemis atau pengamen tersebut yang mau diwawancarai dan ikut merasakan bagaimana kegiatan mereka sehari-harinya.

4) Yuni berargumentasi bahwa pernikahan adat yang terjadi beberapa wilayah di Indonesia membutuhkan biaya besar dan berpotensi akan memiskinkan calon pengantin. Ia menyarankan bahwa pernikahan itu sebaiknya diganti dengan seserahan seadanya saja. Berdasarkan pernyataan diatas yang termasuk dalam penelitian etnografi dtiunjukkan nomor:

A. 1 dan 2

B. 1 dan 3

C. 2 dan 3

D. 2 dan 4

E. 3 dan 4

7. Belajar etnografi dapat memunculkan proses mempelajari nilai dan norma kebudayaan yang dialami individu. Hal ini disebut:

A. Akulturasi

B. Asimilasi

C. Enkulturasi

D. Stalemate

E. Imitasi

8. Spradley (2007:306) mengemukakan bahwa metode alur penelitian maju bertahap sebagai pekerjaan penulisan laporan tersebut dengan menghemat waktu dan tenaga yang dikeluarkan karena adanya pembagian tugas. Langkah-langkah metode yang harus diperhatikan:

A. Memilih khalayak yang beragam semisal dari psikolog, sosiolog dan sastrawan.

B. Membuat daftar topik dan garis besar

C. Merevisi pengantar dan membuat rumusan baru.

D. Mengedit naskah yang sudah dikompilasi dan bersifat final.

E. Menuliskan naskah yang sudah diperbaharui dan kesimpulan.

9. Wawancara yang tepat dan baik dalam penelitian etnografi ialah:

A. Berpura-pura bersikap simpati dan empati terhadap informan.

B. Menciptakan keharmonisan dulu antara etnografer dengan informan karenaetnografer tersebut harus belajar membaur dengan bahasa mereka dan tindakan mereka keseharian.

C. Harus membawa orang lain untuk menguji apakah perkataan informan tersebut benar adanya.

D. Menanyakan lewat orang lain dan menganalisis ketika sesudah mendapat data transkrip tersebut, karena orang lain tersebut dianggap teman dekat informan yang dituju.

E. Sungkan untuk bertanya lagi seperti tentang apa arti istilah bahasa mereka karena ini sangat mengganggu.

10. Seorang antropolog meneliti tentang pasar digital atau market place di sosial media. Dia mengamati perilaku jual beli masyarakat di salah satu platform pasar digital. Selanjutnya dia melakukan wawancara mendalam terhadap penjual maupun pembeli di pasar digital tersebut.

Etnografi jenis apakah yang dilakukan oleh etnografer tersebut adalah:

A. Etnografi awam

B. Etnografi akademik

C. Etnografi holistik

D. Etnografi sastra

E. Etnografi digital

B Soal Esai

1. Etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan, apa maksud pernyataan tersebut?

2. Bagaimana cara menysusun tema yang tepat dalam pembelajaran etnografi?

3. Mengapa pada saat ini marak adanya etnografi digital atau visual?

4. Apa tahapan pertama dalam menyusun etnografi dan mengapa demikian?

5. Apa yang membedakan etnografi dengan penelitian sosial lainnya?

 

 

 daftar pustaka

Buku Siswa Antropologi untuk Kelas SMA XI, Okta Hadi Nurcahyono, 2021, Penerbit Pusat Perbukuan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Jakarta Selatan

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERUBAHAN SOSIAL KELAS XII

Sosiologi sebagai ilmu

Materi sejarah Indonesia KELAS X ( Indonesia Zaman Hindu dan Buddha: Silang Budaya Lokal dan Global Tahap Awal )